
[Sumber gambar: AI]
Penulis: Yulia Herliani
Aturan dan kaidah yang digunakan dalam sebuah bahasa adalah cerminan bahasa sebagai pemersatu, pemberi ciri khas, kecendekiaan, dan sebagai kerangka acuan. Aturan-aturan yang diwujudkan dalam ejaan menjadi tolok ukur kerangka menggambarkan bunyi-bunyi dalam bentuk tulisan dan tanda baca. Tolok ukur tersebut menjadi bagian dalam bahasa tertulis. Bahasa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mewujudkan tolok ukur keseragaman dan kerangka acuan dalam bahasa tertulis. Wujud tersebut dikenal dengan ejaan.
Ejaan yang ditetapkan pada tahun 1901 dikenal dengan ejaan Melayu yang ditulis dengan huruf Latin. Ejaan itu dirancang oleh Van Ophuijsen yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma`moer dan Muhammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini yang menjadi titik tolak penggunaan ejaan dan keseragaman dalam berbahasa. Setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Maret 1947, Mr. Soewandiyang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pengadjaran, Pendidikan, dan Kebudajaan Republik Indonesia melalui sebuah Putusan Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan, 15 April 1947, tentang perubahan ejaan baru meresmikan ejaan baru yang dikenal dengan nama Ejaan Republik, yang menggantikan ejaan sebelumnya, ejaan ini dikenal juga dengan Ejaan Soewandi.
Penyempurnaan aturan bahasa secara tertulis terus diupayakan, di antaranya dengan melakukan Kerjasama dengan Pemerintah Malaysia pada tahun 1959. Hasil kerja sama ini melahirkan Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) yang diharapkan pemakaiannya berlaku di kedua negara paling lambat bulan Januari 1962. Akan tetapi, perkembangan hubungan politik yang kurang baik antar dua negara pada saat itu mengakibatkan ejaan ini kembali gagal diberlakukan.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan dengan surat keputusan tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972, menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedomaan Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lebih dikenal dengan EyD.
Pada tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015, Ejaan yang Disempurnakan diganti dengan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang berlaku hingga saat ini. Sejarah panjang aturan dan kaidah penulisan bahasa Indonesia menjadi bagian dari sejarah dan kebudayaan Indonesia yang menjadi ciri khas dan keseragaman penggunaan bahasa di negara Indonesia yang majemuk dan multikultural.
Tinggalkan Balasan