Literatura Nusantara

Membumikan Sastra Melangitkan Kata

Puisi-Puisi Adi Muhammad Fadilah

[Sumber gambar: AI]

Penulis: Adi Muhammad Fadilah





SEPAKAT MERINDU?

Puan, haruskah kita bersepakat untuk saling merindu? Ahh biarlah aku tak peduli.

Pikirku rindu bukanlah bagian dari perjanjian.

Kerinduanku adalah kegaduhan yang sunyi, didalamnya terdapat sebuah suara tanpa rima dan nada.

Kesunyian yang kubiarkan tersusun rapih itu, sebab jika dirimu tau

Aku tak ingin mengganggumu





TANPA ALASAN

Bait demi bait pertanyaan, ku rapalkan dan ku langitkan dibalik tirai pengaduan.

Tentang tatap matamu yang teduh itu.

Akankah menjadi penghangat di setiap pagiku?

Dan genggaman tanganmu, akankah yang menenangkan debaran gundahku?

Atau bait-bait nasihatnya, akan kujadikan sandaran hidup dan matiku?

Tidak pernah ku temukan alasanku untuk mencintaimu. Dan

Semoga tidak akan kutemukan juga alasan untuk meninggalkanmu.





JIKA KAU TETAP API

Akulah segenggam daun yang basah untuk kobaran apimu

namun. Jika kau tetaplah menjadi kobaran itu

bakar sajalah aku-hingga menjadikan ku Abu





MENJADI TEDUH DI DUNIA YANG RIUH

memang apa sulitnya agar menjadi sedikit lebih teduh?

Kita tidak pernah tahu

apa yang telah seseorang lalui

dengan helaan nafas yang sedalam itu





DI TENGAH HUJAN YANG BERGEMURUH

Apakah kau tahu,

tentang bagaimana caranya menjadi teduh disaat kau dilanda hujan yang begitu bergemuruh?

Tolong beritahu diriku,

agar diriku tidak lagi menghindari apalagi lari darinya





YANG KUPENDAM SENDIRI

Terkadang aku hanya ingin berada di sudut bumi yang paling sepi

hanya sekedar saling mendengar lara tak bernama

Terkadang aku hanya ingin menjadi telinga untuk diriku sendiri

agar menjadi pendengar dari sunyi yang telah lama kupendam sendiri





DIMENGERTI TANPA KATA

terkadang kita meminta tak ingin  didengar karena takut untuk melibatkan banyak telinga.

Namun terkadang kita juga ingin sekali didengar atau setidaknya dimengerti

Entahlah, rumit.

Ketahuilah, kita  perlu mati berkali-kali

untuk menjadi versi yang setenang ini.





KETERPAKSAAN YANG DIBIASAKAN

Dan begitulah harapan,

memakan pikiranmu

mencuci otakmu,

membiarkanmu merasa bahwa dunia bukan untukmu

Pikiranmu terus berputar-putar di dalam otakmu

Ia terus kembali datang berulang-ulang

Semua pikiranmu menjadi berlebihan.

Tak perlu khawatir berlebih. Kau hanya perlu berani dalam menghadapi.

“Bukankah segala hal di dunia akan terasa nyaman, karena keterpaksaan yang di biasakan?”

Adi Muhamad Fadilah, pria kelahiran Bandung, 26 Juli 2004. Ketertarikannya pada dunia tulisan tumbuh dari keinginannya untuk mewakili banyak perasaan orang-orang melalui kata-kata. Mulai aktif menulis sejak awal tahun 2025, Adi kini rutin membagikan karya-karyanya melalui media sosial, khususnya Instagram dengan akun isiihatimu_, yang menjadi ruang ekspresi dan refleksi dari berbagai rasa dan pengalaman.



Eksplorasi konten lain dari Literatura Nusantara

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *