Literatura Nusantara

Membumikan Sastra Melangitkan Kata

Misteri Cinta

[Sumber gambar: AI]

Penulis: Dikky Meigaluh

Sungguh ajaib di saat mereka membicarakan hal itu, karena menurutku hal tersebut bisa dibilang seperti mimpi ketemu bulan di siang bolong, tahukah kawan apa yang saya maksud! Ya gambar monyet alias gope, untuk anda yang dapat menebaknya, “Cinta” ya itulah yang saya maksud. “Beginilah cinta penderitaannya tiada henti” Seperti kutipan Pat kai, dewa perang yang dikutuk menyerupai babi di dalam kisah agama Budha.

Seringkali kucoba untuk menemukan apa yang di sebut cinta namun sepertinya nasib belum menaungiku, entahlah kawan akupun tak mengerti. Cinta yang kutemukan tidaklah seperti yang mereka ceritakan, indah, dunia hanya milik kita berdua yang lain pada ngekost, batupun bisa disangka coklat bahasa kerennya Love is Blind, waduh bingung ah, malahan yang terjadi terhadapku adalah penolakan, penghinaan, pokoknya segala bentuk kekerasan rohani, yang membuat hatiku teriris bagaikan keju. Hehe

Pernah suatu saat aku merasa mencintai seorang perempuan yang kurasa akan membuat hatiku bahagia dan semriwing berbunga-bunga, alah hiperbolisnya diriku, dia adalah adik kelasku di SMA, mungkin karena volume bertemu kami sangat sering karena dia itu tetanggaku, jadi otomatis kita kadang pulang bareng, ditambah lagi di sekolahku kelas 1, 2, dan 3 semua sekolah pagi, jadinya dari temen jadi demen deh. Seringkali aku melamuninya disela-sela pelajaran terakhir di sekolah, kepengen buru-buru pulang dan bertemu dengan si Doski, sampai-sampai sangking khusunya aku melamuni dia, waktu itu pas pelajaran Fisika, kebetulan dengan otakku yang lumayan pas aku bisa masuk kelas IPA, Pak Kudy saat itu sedang mengajarkan soal teori relativitasnya Albert Einstein yang terkenal, tiba-tiba disaat khayalanku berada bersamanya di sebuah taman bunga, Jebreeet sebuah pesawat, eh bukan sebuah granat, eh salah juga, ternyata sebuah penghapus melayang di kepalaku, benjolah diriku, “wei tuyul lagi ngapain kamu, bukannya memperhatikan pelajaran bapak, malah melamun” ucap pak Kudy, “ngelamun jadian ama kuda kali pak” ucap si Barnas. “diem kamu Barnas ngelantur aja” hardik pak Kudy.

Dunia ini terasa indah bila kami berjalan berdua sekedar untuk pulang kerumah, layaknya berjalan di tepian sungai Seine di Paris yang bersih, jernih, segar aduh saking hausnya kaya pengen nguyup (minum) dan bergemerlapan memantulkan sinar sang surya, namun pada kenyataannya kami selalu menutup hidung karena sungai atau selokan di negaraku tak sebanding dengan di Paris, baunya, kotornya, pekat hitam warnanya, wah inikah nasib hidup di Negara berkembang dimana kesadaran akan kebersihan itu sangatlah langka, padahal agama kita menyerukan bahwa kebersihan itu sebagian dari iman, oh berarti orang-orang kita imannya masih perlu dipertanyakan? (maaf).

Senda gurau selalu terdengar dari mulut kami, dua orang monyet yang sedang dilanda kasmaran atau mungkin hanya satu orang saja yaitu aku, entahlah terkadang aku juga mempertanyakan apakah dia menyukaiku, pertanyaan itu selalu tersirat di kepalaku di saat kami pulang bersama, tapi kalau dia tidak menyukaiku ngapain dia cape-cape bareng jalan sama aku. Sampai suatu hari aku merasa persiapanku sudah matang untuk mengutarakan sejuta aspirasi cintaku kepadanya, senjatanya adalah setangkai mawar yang kuminta dari tetangga sebelahku bapak Anang, pelurunya adalah selembar puisi yang kuambil dari potongan syair-syair lagu dari artis atau band yang sedang In saat itu.

Hari itu tepatnya sabtu seusai pelajaran terakhir, aku melesat bagaikan kuda liar menuju pintu gerbang sekolahku dan kulihat Bapak Roy Satpam sekolahku sedang membuka gembok gerbang itu. “weh kamu Supri, ada apa gerangan kau sudah berada di gerbang, pengen cepet pulang ya?” dengan logat bataknya yang khas beliau bertanya, “ah enggak Pak emang aku pengen aja liat Bapak buka gembok” jawaban ga jelas kuberikan, mungkin saking berdebarnya hatiku di hari bersejarah itu. “wah macam mana pula jawabanmu, apa gerangan maksudmu?” timpalnya. “oh maaf Pak, maksud saya mungkin suatu saat saya bisa membantu Bapak untuk membuka gembok sekolah ini, itung-itung tambah pengalaman” tersenyumku menjawabnya. “wah otakmu sudah tak karuan Pri, sudah sana pulanglah, orang tuamu pasti menunggumu” Beliau membalas. Setelah gerbang itu terbuka aku langsung berdiri di samping pojok kanan gerbang dan mempersiapkan semua perlatan tempurku, ku berkata di dalam hati, “Pri ini adalah sebuah sejarah yang sama pentingnya dengan mendaratnya pasukan sekutu di pantai Normandia pada perang dunia kedua, di bom atomnya Hiroshima dan Nagasaki, meluapnya Lumpur Sidoarjo, di gusurnya lapak kakekmu di pasar oleh para tibum, dan untuk semua peristiwa bersejarah di dalam kehidupan umat manusia, (duh jadi hiperbolis sekali aku)”. Tak berapa lama bermunculanlah para generasi penerus dan perusak bangsa, he3x, dari mulai anak kelas 1 yang berbaur dengan anak kelas 2 dan 3, dengan senyum lebar, gigi sedikit terlihat, kucari dimana gerangan putri saljuku, pasti dia akan terlihat diantara gelombang para kurcaci-kurcaci, sesekali para siswa melihatku dengan tersenyum, apa mereka pikir aku orang-orangan sawah, memang karus kuakui dengan jaket hitamku dan membawa plastik tempat aku menyimpan bunga itu, di tambah lagi aku tidak bergeming sedikitpun, aku mungkin terlihat seperti orang-orangan sawah, tapi ku tak perduli, yang penting aku akan menorehkan sejarah hidupku.

Tiba-tiba tanpa kusadari ada seseorang yang menepuk bahuku dari belakang, “Dar”, terkejutnya aku, Astaghfirullah, kutengok dan Jegeer, jantungku terasa berdebar-debar, keringat dingin mengucur dari dahiku. Bidadariku, putri saljuku, gitar spanyolku telah berdiri di belakangku dengan senyum mautnya. “Assalamuallaikum Kak Supri, sedang ngapain sih berdiri sendirian di gerbang, lagi magang gantiin bapak Roy ya? He3X” Najwa bertanya sambil tersenyum. Aduh senyumnya itu membuatku terpontang-panting bahasa gaulnya mungkin “GaK KUKu KuKu Deh”, padahal biasanya aku biasa saja kalau dia tersenyum, apakah karena hari ini aku mempunyai sebuah motif (tujuan) kepadanya. “Waalaikumsalam Wr. Wb, ah kamu bisa aja wa, aku cuman iseng aja pengen ngeliat karakter orang-orang yang pada pulang sekolah, buat bahan analisisku untuk pelajaran sosiologi (kebetulan aku anak IPS, hidup social, he3x)” tersenyumku menjawabnya. “Hayu kita pulang Kak” katanya. Tak biasanya najwa mengajakku tuk pulang, biasanya juga harus selalu aku yang mengajaknya selama 3 bulan terakhir kami pulang bareng, sebuah penantian yang sangat lama, setuju pembaca? Hehe. “let’s go wa” sok keinggris-inggisan kujawab.

Seperti biasa kami bercakap-cakap dan bergurau karena memang aku orangnya riang dan dia orangnya sedikit serius tapi kadang nyeleneh, “Kaka pa sih yang Kakak bawa di plastic?” tanyanya. “ah enggak Kok ini cuman titipan Ibuku” jawabku dengan bakunya (mungkin kelemahanku adalah pada momen-momen penting dalam hidupku aku suka salah tingkah.. “oh iya wa pada kesempatan ini Kakak ingin mengutarakan sesuatu kapadamu, di tempat yang sangat spesial itu juga kalau Najwa tidak keberatan?” tanyaku. “santai aja lagi Kak, jangan berat-berat ah yang ringan-ringan aja kali, becanda kok, emang mau kemana sih Kak?” Najwa. “kita ke warung Padang Bapak Husein yuk?” tanyaku. Sesampainya disana, kami duduk restoran padang yang bergaya pedesaan maksudnya, dinding rukan (rumah makan) tersebut memakai bamboo rotan, kursi panjang dari kayu dan di sepanjang dinding rukan yang memanjang seperti persegi panjang itu, banyak sekali foto-foto yang menurut perkiraanku kerabat keluarganya Bapak Husein, yang kata banyak orang, Bapak itu masih turunan Raden atau Datuk dari daerah asalnya, terlihat dari foto-foto yang mungkin diambil pada tahun 1940an sampai saat ini, baju-baju yang mereka kenakan itu berkesan saudagar pada masanya. Setelah itu kamipun memesan makanan Padang yang paling special, setelah kami makan, tibalah saatnya aku melancarkan seranganku. “Najwa ada yang Kakak ingin sampaikan kepadamu!” aku. “Apaan sih Kak kaya yang serius gitu”, timpalnya. “Begini wa, ada sepotong keju eh, puisi yang Kakak ingin utarakan” jawabku. “sok aja Kak kaya yang ke siapa saja”, katanya. Agresi pertama kulancarkan…

“Kau begitu sempurna di mataku kau begitu indah,
Kau membuat diriku akan selalu memujamu. (courtesy of Andra and the Backbone).
Menghitung hari detik demi detik masaku nanti apakan ada,
Jalan cerita kisah yang panjang, menghitung hari, (courtesy of Krisdayanti)
Kini kau datang dengan sejuta cinta yang kauberi
Rasuki diriku
Kau curi lagi, kau genggam lagi,
Kau tawan lagi hatiku yang telah terbiasa tanpa cinta
Kau jerat diriku (courtesy of J-Rock feat Prisla)
Mungkin kamu takan pernah percaya, bahwa sesungguhnya aku telah terjatuh
Kuakui aku telah larut
Larut kedalam Kamu, yang kucintai……(courtesy of Dewa 19)

Kemudian diantara pengunjung rukan Pak Husein, ada yang bersorak mendukungku, aku tak perduli, namun tetap aku tersenyum (kan senyum itu sadaqah dan pencair ketegangan), kulihat rona wajahnya berubah manjadii merah, rambutnya yang hitam tergurai makin menambah kelucuannya di mataku. Agresi keduapun kulancarkan. Kuambil setangkai mawar di plastik hitam, kemudian aku berlutut dan kuulurkan tanganku memberikan setangkai mawar itu, sambil kuberkata,
Jadikanlah Aku Pacarmu,
Kankubingkai selalu indahmu
Jadikanlah aku pacarmu
Iringilah kisahku…… (courtesy of Sheila on 7)

Tiba-tiba Najwa sambil mengambil bunga pemberianku dia berkata..
Apa kau menantangku, untuk menjadikanmu
Cinta cita hatiku (courtesy of Sheila on 7)
Slow Down Baby, take it easy just let it flow
NO, NO, No, No, tunggu dulu cinta jangan buru-buru
Karena kurasa terlalu cepat, kutakut semua palsu
NO, NO, No, No, tunggu dulu masih ada banyak waktu
Biarkan cinta mengalir (courtesy of She)

Tiba-tiba hatiku menjdi tak karuan, antara sedih, kesal, malu, dan bingung. Apakah ini sebuah penolakan ataukah Najwaku hanya bercanda, namun dari raut mukanya dia serius, bayangan kelam tentang cinta kembali melintas di otakku. “Aaa…a..a..apa maksudmu Naj?” tanyaku dengan terbata-bata. “Kakaku Supri yang Najwa hormati, terimakasih atas semua usaha dan pengorbanan yang Kakak telah berikan namun sesungguhnya Kakak berarti selama ini salah mengartikan persahabatan kita, jujur kak, Najwa menganggap Kakak itu sebagai Kakak Najwa sekaligus sahabat” terangnya. Tertegun sesaat, membisu beribu kata layaknya seekor elang jawa yang bertengger di tebing menanti makanan untuk menyambung hidupnya, ya itulah aku, atau mungkin orang-orangan sawah, entahlah, berkecamuk di otakku kekalahan pertempuran yang menyakitkan seperti saat Napoleon terkalahkan di perang Waterloo di Belgia. Setelah itu tanpa banyak bicara aku ucapkan terima kasih atas penjelasannya, “sudahlah aku pergi” (courtesy of Padi) dan aku langsung pergi berlari menjauh dan kubiarkan dia yang membayar masakan padang itu, he100x. Di jalan menuju rumahku, hatiku terpukul, sesekali kuusap airmata yang menetes di pipiku. Aku berkata di dalam hatiku, “cukup sudah aku mengejar cinta.

Hari berganti, tahun berganti, baju juga ikut ganti, hehe, tak terasa aku sudah menginjak bangku kuliah, Alhamdullilah aku punya kesempatan untuk melanjutkan studiku di sebuah perguruan negeri. Kenangan lamaku kepada si doski di SMA dulu berangsur-angsur mulai hilang, mungkin karena banyak sekali kesibukan yang ada di kampusku yang dapat membuatku melupakan dia. Di kampusku banyak sekali bunga-bunga cantik dan bermekaran terus menggodaku untuk menjadi tangkainya, alah puitis, ceritanya. Namun dengan keteguhan hatiku akan pedihnya cinta kuabaikan perasaan itu. Hingga aku menjadi seorang Sarjana Pendidikan aku tetap seorang Ijo Lumut (Ikatan Jomlo Lucu dan Imut) begitulah kawan-kawanku menyebutnya, tapi emang bener sih akukan lucu dan imut (Narcis banget ya: membanggakan diri).

Dikky Meigaluh merupakan guru privat Bahasa Inggris dan seorang teknolog antusias. Berstatus menikah dengan wanita tercantik sedunia akhirat dan dikaruniai dua orang anak yang ceria. Saat ini sedang melanjutkan S2 Pendidikan Bahasa Inggris di IKIP Siliwangi


Eksplorasi konten lain dari Literatura Nusantara

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Categories:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *