
[Sumber gambar: kompasiana]
Penulis: Yulia Herliani
Momen penting proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno tahun 1945 secara de facto dan de jure adalah peristiwa yang membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan kaum imperialis. Momen ini tidak luput menjadi peristiwa yang bersejarah sebagai momen kelahiran bangsa Indonesia. Proklamasi yang dibacakan Soekarno pada 17 Agustus 1945 menggema seantero nusantara. Menarik untuk disimak adalah teks proklamasi yang dibacakan Soekarno adalah teks proklamasi dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia yang disepakati sebagai bahasa persatuan pada peristiwa 28 Oktober 1928 menjadi bahasa yang mempersatukan bangsa yang memiliki bahasa yang majemuk. Dengan diikrarkan Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu yang sudah dipakai sejak pertengahan Abad VII itu menjadi bahasa Indonesia. Akar utama bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa prasasti yang menjelaskan bahwa bahasa ini sudah digunakan di kepulauan nusantara, seperti: Prasasti Kedukan Bukit di Palembang pada tahun 683; Prasasti Talang Tuo di Palembang pada tahun 684; Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat pada tahun 686; Prasasti Karang Brahi, Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi pada tahun 688; Prasasti Gandasuli pada tahun 832; Prasasti Bogor pada tahun 942; dan sebagainya. Prasasti-prasasti tersebut menggunakan bahasa Melayu kuno.
Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa Austronesia. Secara harfiah Austronesia berarti “kepulauan selatan” (Latin: australis `selatan` dan nesos/nesia `pulau`). Rumpun bahasa Austronesia terbagi atas beberapa kelompok. Dua kelompok utama ialah bahasa Taiwanik dan bahasa Melayu-Polinesia. Melayu-Polinesia dibagi menjadi bahasa-bahasa Melayu-Polinesia Barat, Tengah, dan Timur. Bahasa-bahasa Austronesia yang mempunyai jumlah penutur terbesar adalah rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat yang menurunkan bahasa Sundik, yaitu: bahasa Jawa, bahasa Melayu (Indonesia), bahasa Sunda, bahasa Madura, bahasa Aceh, bahasa Batak, dan bahasa Bali.
Kata Indonesia pertama kali dilontarkan oleh George Samuel Earl, kebangsaan Inggris, dengan menyebut “Indunesia” untuk menamai gugusan pulau di Lautan Hindia. Namun, para ilmuwan Eropa lebih sering menyebut dengan “Melayunesia”. J.R. Logan, kebangsaan Inggris, dalam majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (Volume IV, P.254, 1850) menyebut gugusan pulau di Lautan Hindia dengan Indonesian. Kemudian, Adolf Bastian, kebangsaan Jerman, menggunakan Indonesia dalam bukunya Indonesian Order die Inseln des Malaysichen Archipel, untuk menamai pulau yang bertebaran di Lautan Hindia.
Dengan demikian, perjalanan sejarah bahasa Indonesia adalah perjalanan panjang yang berbanding lurus dengan perjalanan Indonesia menuju bangsa dan negara yang merdeka. Ada pepatah yang mengatakan: “Bahasa daerah itu pasti, bahasa Indonesia itu wajib, dan bahasa asing itu perlu”. Melalui momen proklamasi ini, mari kita jaga bangsa, negara, dan bahasa kita dari “penjajahan” yang tidak terasa, yakni budaya dan ideologi asing. Dirgahayu Indonesia!
Penulis
Yulia Herliani lahir di Bandung, 31 Juli. Saat ini dia bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di SMK Profita Kota Bandung.
Tinggalkan Balasan