
[Sumber gambar: Ester Marie Doyabas on Unsplas]
Penulis: Siti Suryani
Karya sastra merupakan hasil dari pemikiran dan perasaan seseorang yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Wicaksono (2014:1) mengemukakan bahwa sastra merupakan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sedangkan dalam pendapat lain sastra diartikan sebagai ekspresi jiwa manusia yang mampu memberikan rasa indah dan melahirkan rasa kagum bagi orang yang menikmatinya, tetapi sering kali karya sastra itu tidak mampu dinikmati dan dipahami sepenuhnya oleh sebagian masyarakat (Mulasih, 2017:52).
Melalui karya sastra, seseorang dapat mengekspresikan emosi dan pengalaman hidupnya secara kreatif dan indah. Selain perasaan dan emosi yang dituangkan, karya sastra pun mengandung pesan yang mendalam. Karya sastra tidak hanya sebagai bahan bacaan sesaat, tetapi mengajak kepada pembacanya untuk bisa memaknai dan masuk ke dalam cerita di dalamnya.
Puisi adalah salah satu karya sastra yang memiliki nilai keindahan terutama dalam segi rangkaian kata. Tulisannya bersifat singkat namun perlu ketelitian untuk mampu memahami makna dan pesan yang terkandung di dalamnya. Menurut (Kosasih, 2012) puisi didefinisikan sebagai wujud karya sastra yang memakai kata-kata indah dan penuh makna. Sedangkan menurut Waat-Dunton Situmorang (dalam Samosir, 2013), puisi yakni ungkapan nyata melalui kata-kata indah yang muncul dari pikiran manusia. Setiap kata yang dirangkai menjadi puisi memiliki alasan dan makna tersendiri. Oleh karenanya, puisi merupakan karya sastra yang penting untuk di apresiasi. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati dan diapresiasi (Anggraini, 2017:77).
Dalam dunia sastra, dikenal banyak sastrawan yang telah menuangkan ide kreatifnya melalui puisi. Salah satu sastrawan yang terkenal di Indonesia yaitu WS. Rendra, beliau merupakan seorang penyair, seniman, dan dramawan yang memiliki julukan “Si Burung Merak”, ia telah menciptakan banyak karya sastra seperti puisi. Adapun salah satu puisi karyanya yaitu berjudul “Bunga Gugur”, sebuah puisi romansa namun memiliki nilai dan pesan kehidupan yang bermakna. Untuk dapat memahami makna sesungguhnya dari puisi tersebut serta mengaitkannya dengan kehidupan nyata, diperlukan sebuah pendekatan sebagai metode atau alat agar dapat mencapai tujuan dengan mudah.
Adapun pada analisis puisi berjudul “Bunga Gugur” ini menggunakan dua pendekatan yaitu mimetik dan strukturalisme. Mimetik merupakan sebuah pendekatan yang menghubungkan antara isi karya sastra dengan kehidupan nyata. Menurut Rahayuningtyas, 2014) secara umum mimetik yakni pendekatan karya sastra yang memberi sebuah pandangan terhadap karya sastra itu sendiri sebagai sebuah tiruan atau gambaran kehidupan nyata. Sedangkan strukturalisme merupakan pendekatan yang menekankan pada telaah unsur-unsur pembangun puisi secara internal, tanpa melibatkan latar belakang penyair maupun faktor eksternal lain yang memengaruhi penciptaan puisi tersebut.
Strukturalisme merupakan pendekatan dalam studi sastra yang berfokus pada hubungan unsur-unsur intrinsik karya sastra dan bagaimana hubungan tersebut membentuk sebuah makna menyeluruh (Teeuw, 2015). Melalui penggunaan kedua pendekatan tersebut, makna dan pesan yang terdapat pada puisi “Bunga Gugur” dapat dianalisis dan tersampaiakan kepada penikmat karya sastra dengan baik.
Puisi berjudul “Bunga Gugur” karya WS. Rendra ini adalah karya sastra yang indah dan menarik untuk dipahami. Puisi tersebut mengandung pesan dan pernyataan yang terjadi di dalam kehidupan. Hal tersebut adalah sebuah keutamaan tersediri untuk memahami dan memaknai setiap kata yang terkandung.
Bunga Gugur
Bunga gugur
di atas nyawa yang gugur
gugurlah semua yang bersamanya
Kekasihku.
Bunga gugur
di atas tempatmu terkubur
gugurlah segala hal ihwal antara kita.
Baiklah kita ikhlaskan saja
tiada janji ‘kan jumpa di sorga
karena di sorga tiada kita ‘kan perlu asmara.
Asmara cuma lahir di bumi
(di mana segala berjuang di tanah mati)
ia mengikuti hidup manusia
dan kalau hidup sendiri telah gugur
gugur pula ia bersama-sama.
Ada tertinggal sedikit kenangan
tapi semata tiada lebih dari penipuan
atau semacam pencegah bunuh diri
Mungkin ada pula kesedihan
itu baginya semacam harga atau kehormatan
yang sebentar akan pula berantakan
Kekasihku.
Gugur, ya, gugur
semua gugur
hidup, asmara, embun di bunga –
yang kita ambil cuma yang berguna
Puisi“Bunga Gugur”, adalah judul puisi yang sederhana dan indah. Judul tersebut menggambarkan suatu hal dengan menggunakan simbol yaitu bunga. Bunga adalah sebuah lambang keindahan dan kebahagiaan, tetapi tidak dalam puisi ini karena kata bunga bersanding dengan kata gugur yang dapat bermakna perpisahan, kesedihan, atau kematian. Bunga gugur pada puisi ini bermakna kelopak-kelopak bunga yang ditaburkan ke atas tanah pemakaman, yang menandakan adanya sebuah kematian. Seperti yang terdapat pada bait:
Bunga gugur
di atas nyawa yang gugur
gugurlah semua yang bersamanya
Dalam puisi ini menceritakan sebuah kesedihan mendalam karena adanya perpisahan dengan seorang kekasih. Kematian, ia adalah sebab dari perpisahan itu terjadi. Tidak ada yang dapat dilakukan selain ikhlas dan pasrah atasnya. Kematian menjadi jarak yang menjadi pemisah antar dua orang kekasih. Setelahnya tidak ada yang dapat dijanjikan ataupun ditunggu, termasuk kembali menjalin kasih di akhirat kelak. Seseorang hanya akan disibukkan dengan segala urusan di alam kubur dan perhitungan atas segala yang diperbuat ketika hidup.
Seperti pada bait berikut:
Bunga gugur
di atas tempatmu terkubur
gugurlah segala hal ihwal antara kita.
Baiklah kita ikhlaskan saja
tiada janji ‘kan jumpa di sorga
karena di sorga tiada kita ‘kan perlu asmara.
Kisah dan cinta terlahir di bumi dan akan berakhir juga di bumi, yaitu di tanah mati tempat jasad akan dikubur. Ketika kematian telah tiba, maka segala hal di dunia pun ikut berhenti termasuk kisah indah. Semuanya akan ditinggalkan sebagai kenangan bahwa seseorang itu pernah hidup di dunia. Hal-hal indah di dunia hanyalah rekaan semata, sebagai pengalihan untuk ia bertahan atas segala ujian sampai maut tiba. Kesedihan dan air mata adalah bukti sesaat bahwa manusia memiliki perasaan dan hati nurani. Atau terkadang kematian membuat seseorang berlarut dalam kegelisahan, membuat hidupnya tidak terarah karena terus meratapi.
Seperti pada bait berikut:
Asmara Cuma lahir di bumi
(di mana segala berjuang di tanah mati)
ia mengikuti hidup manusia
dan kalau hidup sendiri telah gugur
gugur pula ia bersama-sama.
Ada tertinggal sedikit kenangan
tapi semata tiada lebih dari penipuan
atau semacam pencegah bunuh diri
Mungkin ada pula kesedihan
itu baginya semacam harga atau kehormatan
yang sebentar akan pula berantakan
Kematian adalah tanda bahwa kehidupan seseorang di dunia telah berakhir. Manusia tidak dapat lagi mengulang hidupnya kembali di dunia, meskipun terus meminta kepada Tuhan. Tiada yang dapat melawan takdir, bekal dan persiapanlah yang harus lebih diutamakan. Segala yang pernah dimiliki selama di dunia hanyalah angan semata, tidak ada yang lebih berguna untuk dibawa mati selain amal kebaikan. Termasuk kekasih, ia hanya akan menemani di waktu dan tempat yang fana, jauh dari kata abadi atau selamanya.
Seperti pada bait berikut:
Kekasihku.
Gugur, ya, gugur
semua gugur
hidup, asmara, embun di bunga –
yang kita ambil cuma yang berguna
Pemaparan di atas merupakan analisis yang menggunakan pendekatan mimetik, seperti yang telah dikemukakan bahwa pendekatan ini menganalisis karya sastra dari segi hubungan dan keterkaitannya dengan kehidupan nyata. Puisi berjudul “Bunga Gugur” tidak hanya menceritakan sebuah perpisahan dan kesedihan yang dirasakan oleh seorang kekasih. Tetapi ia mengandung pesan dan pengingat kepada semua manusia terutama yang menikamti puisi tersebut. Pesan dan gambaran nyata tentang sebuah kematian yang akan di alami oleh setiap makhluk bernyawa, serta pengingat mengenai dunia yang fana.
Dalam pendekatan strukturalisme, analisis puisi dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu secara fisik dan batin. Struktur fisik terdiri dari wujud puisi, diksi, kata konkret, gaya Bahasa, dan citraan (Hikmat,dkk,2017:34). Sedangkan struktuk batin terdiri dari tema, nada suasana, dan amanat (Hikmat,dkk,2017:34). Sedangkan dalam pendapat lain, Wahyuni dan Mohammad (2018:117) menjelaskan bahwa struktur fisik puisi adalah struktur yang terlihat dari puisi tersebut secara kasat mata. Struktur fisik puisi terbagi enam bagian yaitu diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa atau majas, rima atau irama, dan tipografi atau perwajahan. Berikut adalah analisis struktural pada puisi berjudul “Bunga Gugur”:
Puisi berjudul “Bunga Gugur ini terdiri atas sembilan bait, dengan masing-masing bait memiliki jumlah larik yang bervariasi. Bait pertama berisi tiga larik, bait kedua berisi satu larik, bait ketiga berisi tiga, bait keempat berisisi tiga larik, bait kelima berisi lima larik, bait ke enam berisi tiga larik, bait ketujuh berisi tiga larik, baik kedelapan berisisi satu larik, dan bait terakhir berisi empat larik.
Dalam puisi ini menggunakan kata-kata sederhana seperti “terkubur”, “gugur”, dan “tanah mati” yang menggambarkan sebuah perpisahan, kesedihan, dan kematian. Kemudian kata “bunga” yang tidak menggambarkan keindahan, melainkan sebuah tanda adaya luka dan duka, karna disini tidak menggambarkan bungan yang utuh melainkan hanya serpihan kelopaknya. Selain itu kata “embun” menggambarkan terhadap hal yang tidak dapat bertahan lama yaitu fana, akan ada masanya ia menghilang, yaitu kehidupan manusia yang berakhir dengan kematian.
Aminuddin (2013: 72) berpendapat bahwa gaya bahasa dalam karya sastra merupakan cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Puisi ini menggunakan majas repetisi yaitu adanya pengulangan kata yang sama seperti “gugur” dan bunga gugur”. Kemudian majas personifikasi yaitu adanya kata “bunga gugur” yang berarti kekasih yang mati, ini merupakan perumpaan atau sifat suatu benda terhadap manusia.
Beberapa kata yang dapat tergambar langsung oleh pembaca dan memberikan pemahaman yang jelas yaitu kata bunga, embun, bumi, sorga, dan kekasih. Kata-kata tersebut menggambarkan tentang seorang kekasih yang meninggal dunia dan semuanya hanyalah kenangan, seperti kata embun yang menggambarkan tiadanya keabadian yang ada di dunia ini.
Nugroho (2009) menyatakan bahwa citraan puisi adalah penggambaran mengenai objek berupakata, frase, atau kalimat yang tertuang di dalam puisi atau prosa. Citraan bertujuan memperkuat kesan dan makna puisi dengan membangkitkan imaji visual, auditori, atau perasaan yang dapat dirasakan oleh pembaca secara langsung. Pada puisi ini terdapat sebuah citraan penglihatan yaitu pada larik “Bunga gugur di atas tempatmu terkubur”, menggambarkan tentang seseorang yang menaburkan bunga di atas kuburan. Kemudian citraan gerak yaitu pada larik “ia mengikuti hidup manusia” menggambarkan bahwa yang dimiliki oleh manusia akan ikut lenyap pada saat ajal telah tiba seperti halnya perasaan cinta.
Struktur batin puisi dapat dikatakan sebagai isi atau makna yang mengungkapkan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair (Kamilah, dkk, 2016:2).
Puisi ini menceritakan tentang kesedihan dan perpisahan dengan seorang kekasih yang disebabkan oleh kematian. Serta menggambarkan tentang dunia yang bersifat fana.
Sesuai dengan jenisnya bahwa puisi ini mengisahkan sebuah duka, kesedihan, dan perpisahan. Maka pembaca dapat menggunakan nada rendah, penuh haru, dan emosi yang diluapkan secara lembut.
Suasana dalam puisi ini adalah sedih, penuh duka, kehilaangan, dan rasa pasrah atas segala yang telah terjadi, ditinggal pergi oleh seorang kekasih adalah luka yang teramat menyakitkan.
Puisi berjudul “Bunga Gugur” karya WS.Rendra ini tidak hanya mengisahkan sebuah kesedihan, tetapi sebagai pengingat bagi kita semua khususnya manusia. Bahwa dunia ini bersifat fana, tiada yang abadi di dalamnya. Setiap manusia yang bernyawa akan merasakan mati, dan ini adalah takdir yang pasti terjadi.
Puisi berjudul “Bunga Gugur” karya WS.Rendra ini merupakan sebuah karya sastra yang menarik, perasaan dan cerita diungkapkan melalui kata-kata sederhana sehingga mampu dipahami maksudnya oleh pembaca. Penggunaan gaya bahasa seperti majaz membuat puisi ini lebih indah dan tentunya melatih daya kritis para penikmatnya. Puisi tidak hanya tentang menuangkan perasaan melalui kata, tetaapi juga pelajaran dan pengingat kehidupan bagi kita seorang manusia yang suatu saat akan meninggalkan dunia ini.
Tinggalkan Balasan